Ir H Jumahir. (Istimewa) |
LOMBOK BARAT - Proyek pembangunan perumahan Sembung Palace yang mengorbankan lahan pertanian produktif di Desa Sembung, Kecamatan Narmada, Lombok Barat bakal berbuntut panjang.
Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Lombok Barat menyatakan akan melakukan serangkaian langkah investigasi verifikasi terkait keluarnya izin alihfungsi lahan.
Pengurus KTNA Lombok Barat, Ir H Jumahir mengatakan, pihaknya dalam waktu dekat akan mendatangi sejumlah SKPD terkait di Lombok Barat untuk menelusuri proses terbitnya perizinan alihfungsi lahan dalam proyek perumahan Sembung Palace ini.
Seperti diketahui pengembang sudah mulai melakukan kegiatan penimbunan tanah untuk lokasi pembangunan perumahan.
"Mereka (pengembang) sudah mulai beraktivitas, artinya sudah ada izin. Nah ini yang akan kita telusuri terkait izin alihfungsi lahan. Kita akan mendatangi SKPD terkait untuk mengklarifikasi masalah ini," tegas H Jumahir.
Menurutnya, proses perizinan alihfungsi lahan pertanian produktif untuk kawasan perumahan dan pemukiman idealnya mengatungi izin dari Dinas Pertanian, Dinas Permukiman, PUPR, dan juga Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan di daerah setempat.
"Dinas Lingkungan Hidup juga harus mengetahui masalah ini, sebab perumahan ini kita bicara soal limbah juga. Limbah perumahan ini akan mempengaruhi kualitas pertanian di sekitar," katanya.
Jumahir menekankan, KTNA akan mendatangi SKPD dimaksud untuk mendapatkan informasi terkait sejauh mana SKPD mengetahui adanya proyek pengembangan perumahan yang mengorbankan lahan pertanian produktif ini.
"Kita akan pastikan prosesnya, mereka tahu atau tidak. Kemudian bagaimana izin bisa diterbitkan. Artinya kalau memang pengembang belum mengantungi izin atau legalitasnya kan tidak boleh beraktivitas. Nah ini sudah ada aktivitas, maka kita harus telusuri," tegasnya.
Ir H Jumahir yang juga Anggota DPRD Lombok Barat terpilih ini menegaskan, lahan pertanian di Desa Sembung dan Kecamatan Narmada pada umumnya merupakan lahan pertanian produktif bertipe IP 300.
Artinya kawasan lahan pertanian ini didukung dengan sarana irigasi teknis utama yang sumber airnya berkualitas bagus.
IP 300 juga merupakan lahan pertanian yang bisa menghasilkan produksi padi tiga kali dalam setahun.
"Sehingga alihfungsi di lahan IP 300 ini tidak bisa asal-asalan. Perlu kajian mendalam dan perizinan yang panjang. Karena ini bisa berpengaruh pada ketahanan pangan daerah," katanya.
Menurutnya, Pemda Lombok Barat harus mengevaluasi masalah ini. Sebab, hal ini akan berpengaruh pada penyusutan luas lahan pertanian produktif di Lombok Barat
KTNA bukan menentang pembangunan perumahan. Tapi sebaiknya lokasi yang dibangun harusnya bukan lahan pertanian produktif.
Apalagi alihfungsi lahan pertanian produktif sangat jelas diatur dalam Undang-Undang No 41 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PL2B).
"Patokan utama kita kan regulasi. Kalau regulasi sudah dilanggar jangan harap ini akan kita biarkan," katanya.
KTNA atau National Outstanding Farmers and Fishermen Association (NOFA) merupakan organisasi independen mitra pemerintah di Indonesia yang berorientasi pada aktivitas sosial di sektor agrikultur, yang berbasiskan agribisnis dan lingkungan hidup di pedesaan.
Sebelumnya, Ir H Jumahir menyoroti fenomena alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan pengembangan perumahan dan pemukiman di Lombok Barat.
Ia menekankan, alih fungsi lahan pertanian di Kecamatan Narmada dan Lingsar bukan saja melanggar aturan RTRW Pemda Lombok Barat, tapi juga sudah melanggar Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional.
Jumahir mengatakan, Narmada dan Lingsar merupakan dua Kecamatan penyangga pangan di Lombok Barat.
Kritisi lebih tajam akan dilakukan dirinya setelah ia resmi dilantik sebagai anggota DPRD Lombok Barat nantinya.
"Ya kalau sudah di dewan tentu kita akan lebih luas mengkritisi masalah-masalah seperti ini. Apalagi ini soal lahan pertanian berkelanjutan," tegasnya. (*)
No comments:
Post a Comment