Poros Hijau Indonesia. |
JAKARTA - Setelah sebelumnya pada tanggal 22 Juli 2019, Poros Hijau Indonesia menyelenggarakan Diskusi Putaran ke-1 untuk membahas usulan Kemenko Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam, maka pada tanggal 9 Agustus 2019 dilaksanakan diskusi putaran ke-2. Diskusi ke-2 ini juga diikuti oleh berbagai pihak.
Diskusi diawali dengan menyajikan hasil-hasil diskusi putaran ke-1, setelah itu diskusi berlanjut dengan membahas usulan Kemenko berdasarkan empat elemen kelembagaan, yaitu, struktur dan fungsi, kedua otoritas dan legitimasi, ketiga, sumber daya manusia (SDM), dan keempat, anggaran.
“Secara filosofis, struktur Kemenko ini mencerminkan pengelolaan ruang, keberlanjutan dan penegakan hukum. Jika diterjemahkan ke dalam fungsi maka mencakup koordinasi, monitoring-evaluasi dan anggaran,” kata Direktur Perkumpulan PKP Berdikari, Arimbi Heropoetri, Minggu ( 11/8)
“Tapi saya ingin mengingatkan, maka ruang di sini bukan dalam pengertian agraria konvensional, hanya tanah, hanya penandaan batas-batas. Agraria adalah penataan ruang, dan ruang itu termasuk tanah, air dan udara," tambahnya.
Jika kemudian ruang diartikan demikian, katanya, jika dikorelasikan dengan prinsip daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, maka ruang adalah pengelolaan sumber daya alam.
“Bukan hanya bermakna penataan, apalagi semata manfaat belaka, tetapi pengelolaan ruang juga melihat keberlanjutan ekosistem, dan bagaimana pengelolaan ruang akan mempertimbangkan nilai-nilai berkelanjutan,” ujar Mangara Silalahi, pengelola Hutan Harapan Restorasi Ekosistem.
“Dari diskusi putaran ke-2 ini, disimpulkan Poros Hijau Indonesia mengusulkan pembentukan Kemenko Keruangan dan Lingkungan Hidup. Nomenklaturnya terdiri dari 4 Deputi yang mengandung nilai perencanaan dan pengawasan, keberlanjutan, keruangan serta knowledge-management, pengembangan kapasitas,” papar Deddy Ratih, Sekretaris Nasional Poros Hijau Indonesia.
“Kami juga melakukan analisis terhadap regulasi dan badan maupun kelembagaan terkait dengan Kemenko Keruangan dan Lingkungan Hidup ini. Pada konteks regulasi, prinsipnya pembentukan Kemenko ini tidak membutuhkan perubahan atau inisiatif adanya undang-undang baru, karena relatif semua sektor sumber daya alam sudah ada regulasi sektoralnya, bahkan cukup lengkap. Kemenko ini bertujuan untuk memastikan regulasi sektoral tersebut berjalan optimal mendukung visi-misi lingkungan hidup Joko Widodo – Ma’ruf Amin," paparnya.
Ada beberapa nomenklatur Kementerian sektoral yang diusulkan untuk diubah, agar dapat berfungsi optimal, dan mempersempit tumpang tindih kewenangan sekaligus memperkuat koordinasi.
Juga dipandang penting Kementerian sektoral mempunyai nomenklatur penegakan hukum lingkungan hidup, agar penjahat lingkungan hidup dapat diberikan sanksi sesuai aturan. Selain itu, ada beberapa badan dan lembaga yang dipertimbangkan untuk dilebur dalam sebuah badan saja atau dalam nomenklatur Kementerian agar pemerintah berjalan lebih efisien.
“Secara umum Diskusi Putaran Ke-2 ini sudah menghasilkan konsep lebih konkrit, baik menyangkut nama Kemenko dengan berbagai argumentasinya, juga struktur Kemenko pada level eselon 1 beserta fungsinya secara umum. Apa saja Kementerian, badan, dan lembaga yang masuk dalam koordinasi Kemenko Keruangan dan Lingkungan Hidup, juga sudah kami rumuskan,” kata Rivani, Koordinator Nasional Poros Hijau Indonesia.
“Hasil ini akan kami segera tuntaskan, untuk disampaikan kepada pihak kompeten, seperti pimpinan partai politik, tokoh politik, pimpinan lembaga negara, dan tentu saja Bapak Joko Widodo dan Bapak Kiai Ma’ruf Amin," katanya.
Sementara itu Lembaga Poros Hijau Indonesia ini diinisiasi dan dideklarasikan, salah satu oleh Mantan Direktur Eksekutif Walhi Nasional Abetnego Tarigan yang semasa era kepemimpinannya, Walhi makin disegani sebagai organisasi masyarakat sipil terdepan dalam melakukan advokasi kasus-kasus Lingkungan dan HAM di tanah air. (*)
No comments:
Post a Comment