Terkini Lainnya

Monday, August 5, 2019

Mitigasi Bencana Penting, Peran Media dan Komunitas Juga Diperlukan !!

MITIGASI. Kegiatan diskusi Mitigasi dalam Refleksi 1 Tahun Gempa Lombok, di DeLima Cafe, Kota Mataram. 


MATARAM - Kesiapan mitigasi dan standar penanganan pasca bencana di wilayah NTB harus benar-benar dirumuskan dan melibatkan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat.

Hal tersebut muncul dalam diskusi publik, Refleksi Setahun Gempa Lombok 2018, yang diselenggarakan Genpi-LS bekerjasama dengan KPID NTB dan Prodi Ilkom Unram, Senin malam, di DeLima Cafe, Mataram.

Hadir sebagai narasumber Kepala BPBD NTB H. Ahsanul Khalik, Kaprodi Ilkom Unram Agus Purbathin, Ketua KPID NTB Yusron Saudi, Ketua IAGI NTB Kusnadi dan Muhammad Alfian dari ACT.

Diskusi dihadiri 127 peserta dari berbagai latar belakang, perwakilan dari berbagai komunitas, media, akademisi, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten, mahasiswa serta pemerhati pariwisata di NTB.

Partisipasi publik dalam mitigasi bencana khususnya di daerah pariwisata sangat penting.

Pemerintah dan lembaga yang menaungi memegang peran yang penting dalam berbagai hal termasuk sosialisasi dan memberikan edukasi tentang mitigasi bencana

Kelima narasumber sepakat bahwa bencana yang terjadi 1 tahun yang lalu adalah momentum bagi kita untuk berbenah sekaligus menyiapkan berbagai kemungkinan dan penanganan yang diperlukan saat terjadi bencana

"Edukasi dan mitigasi penting terus menerus dilakukan. Pengalaman kita saat gempa 2018 itu semua panik, tidak tahu apa yang akan dilakukan. Terlihat betapa pemerintah dan masyarakat belum sepenuhnya siap," kata Kepala BPBD NTB, H Ahsanul Khalik.

Menuut dia, pengalaman itulah yang menjadi bahan evaluasi dalam SOP kedepannya.

Ahsanul menambahkan, di era keterbukaan informasi ini banyak beredar hoax bencana, ketidaktahuan media juga.

Ini juga menghambat percepatan. Belum lagi netizen cerewet yang posting hal-hal negatif.

"Sehingga menggandeng media sangat penting dan begitu juga komunitas," katanya.

Ia merekomendasikan mitigasi bukan sekadar jadi jargon dan pekerjaan pemerintah. Tapi kekuatan masyarakat harus masuk dalam rancangan.

Perencanaan pembangunan harus berbasis ramah bencana.

"Ada istilah baru bencana investasi, misalnya bicara pariwisata dengan pendekatan kebencanaan. Semua harus ramah gempa. Melatih masyarakat adalah bagian kecil ramah bencana. Bangunan harus tahan gempa. Misalnya lantai I hotel tidak perlu ada kamar. Khusus untuk memudahkan evakuasi," katanya.

Sementara itu, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) NTB Kusnadi mengatakan safety briefing tidak pernah ada di Indonesia.

Dia contohkan ketika gempa Aceh tidak merusak banyak fasilitas. Cuma ketika tsunami itu semua ke laut.

"Orang tidak tahu ada potensi tsunami. Potensi tsunami di Lombok itu ada di bagian selatan. Dan kondisi alam di selatan banyak bukit yang bisa jadi benteng," katanya.

Manager ACT NTB Lalu Alfian mengatakan, mitigasi memang penting, apalagi daerah NTB termasuk berada di wilayah cincin api.

"Jadi harus siap. Termasuk juga harus siap cara  mengkomunikasikan ke publik potensi bencana itu," tukasnya.

Dia contohkan di museum tsunami Aceh sudah antisipatif, tapi sekarang perumahan baru marak di dekat pantai. Ini artinya ada yang keliru dalam mengkomunikasikan dan mengimplementasikan.

"Pemahaman tentang bencana masih sedikit. Fase recovery butuh support banyak, justru sepi. Karena tanggap darurat habis.Menganggap selesai ketika habis tanggap darurat. Ini juga bentuk ketidaktahuan publik," katanya.

Pakar komunikasi pembangunan Unram  Agus Purbatim mengatakan, komunikasi hanya jadi pelengkap, bukan sebagai kebutuhan.

Belajar dari kekacauan informasi dan komunikasi bencana Lombok, Ilmu Komunikasi Unram menginisiasi mata kuliah komunikasi bencana.

" Sifat bencana ketidakpastian. Komunikasi bencana untuk mengurangi ketidakpastian itu. Yang terjadi selama ini bencana komunikasi. Hoax cepat viral dengan berbagai motif, " katanya.

Memperkuat itu semua, Ketua KPID NTB Yusron Saudi mengatakan ketika gempa banyak lembaga penyiaran yang kena dampak.

Tower patah, Operasional terhenti. Tapi mereka tetap peduli.

"Lembaga penyiaran ikut berkontribusi mengumpulkan donasi. Pemberitaan yang masif di media juga mengetuk hati publik. Ini jadi bukti bahwa betap kuat pengaruh media penyiaran dalam mengkomunikasikan bencana," katanya.

Memang ada temuan beberapa berita terkait bencana masih menonjolkan aspek sensasional.

Terlalu berlebihan mengeksploitasi korban dan abai pada hal-hal krusial.

"Ini menjadi catatan KPID NTB kedepannya, agar ada SOP yang dibuat terkait dengan peliputan bencana alam," katanya.

Korbid Kelembagaan KPID NTB, Fathul Rakhman menekankan, selain media peranan komunitas juga penting dalam masa tanggap dan rekonstruksi bencana.

"Genpi sebagai satu dari unsur pentahelix pariwisata harus mampu hadir dan memberikan kontribusinya secara nyata dan turut hadir dalam ruang publik," katanya.

Ia menilai, komunitas memegang peran penting selain menyuarakan kepentingan publik, partisipasi komunitas bisa menjadi kekuatan dalam sinergitas tanpa batas. (*)

No comments:

Post a Comment