H Ahsanul Khalik saat memaparkan penguatan mitigasi kebencanaan dalam workshop di Jakarta. |
JAKARTA - Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB H Ahsanul Khalik menekankan, perlu ada kebijakan anggaran yang berpihak pada kebencanaan.
Saat ini prosentase rerata anggaran daerah untuk penanggulangan bencana masih berkisar 0,02 persen, dirasa belum sebanding dengan beragam potensi bencana yang bisa saja terjadi di sebuah daerah.
Hal ini dikatakan Ahsanul Khalik, Selasa (10/9) menghadiri workshop, Strengthening National Natural Disaster Preparedness : Perspectives from Local Governments, di Jakarta.
Acara ini menghadirkan beberapa Kepala Pelaksana BPBD dengan daerah rawan gempa.
Acara diskusi yang digagas oleh Centre For Strategic and International Studies berlangsung hangat.
Silih berganti Kepala Pelaksana BPBD dari berbagai Provinsi memaparkan kondisi. Termasuk Kepala Pelaksana BPBD Palu dan NTB.
H Ahsanul Khalik mengunkapkan, semua daerah mengalokasikan APBD untuk bencana masih sangat kecil.
Dari 14 bencana, yang 11 diantaranya berpotensi terjadi di NTB di NTB, anggaran kebencanaan hanya 0,02 persen. Perlu dipikirkan kebijakan politik dari pusat di APBD atau di APBN.
"Bisa (ditingkatkan) jadi 2 persen atau berapa, perlu ditingkatkan," ujarnya.
Ahsanul juga memaparkan, soal gempa bumi di Pulau Lombok dan Sumbawa banyak hal yang dipelajari.
Diantaranya, sistem komando kebencanaan harus jelas. NTB sejak ratusan lalu dikenal sebagai daerah rawan gempa.
"Pada Tahun 1856 gempa, 1815 Gunung Tambora memunsnahkan peradapan di NTB. Sejarah ini berulang selalu dilupakan masyarakat. Literasi menjadi penting. Saat terjadi tahun 1978 dan 2018 begitu mudah dilupakan," katanya.
Hal lain, kata Khalik, setiap terjadi bencana ada kebingungan soal distribusi logistik bagi para penyintas. Hingga ada media yang menyampaikan informasi berseberangan. Seperti saat korban gempa makan daun turi ditulis makan rumput.
"Akhirnya ramai. Petugas itu padahal menyisir sampai diatas gunung, saat kejadian stok kebutuhan memang tak ada," bebernya.
Lebih lanjut, penguatan penanggulangan bencana di daerah, pola vertikal khusus provinsi atau penguatan SDM di BPBD harus dipikirkan dengan baik.
"Bapak-bapak yang hadir tentu tahu, di BPBD itu dianggap buangan itu terjadi pula di daerah lain. Lalu bagaimana bisa bekerja optimal," jelasnya.
Khalik mengakui, pendekatan kebencanaan tak hanya bisa dilakukan pemerintah. Perlu pula membangun komunitas dengan pendekatan kearifan lokal. Menjadi komunitas tangguh bencana. Di NTB ada masyarakat adat yang tak terpengaruh dengan gempa.
"Rumah adat tak rusak dan mereka bisa mitigasi sendiri. Ke depan komunitas ini harus digerakkan," urainya.
Berkaca dari sejumlah bencana, Khalik menambahkan, perlu ada statistik kebencanaan. Ini untuk mengetahui data pra bencana, saat bencana, dan pasca bencana.
Di NTB saat ini sedang mencoba membangun satu data kebencanaan belajar dari data 2018. Hal lain, dengan pendekatan agama dan budaya dilakukan pemerintah. Dengan agama ada brosur khutbah Jumat yang disebar ke masjid-masjid.
"Termasuk penguatan tokoh agama. Peran ini dilakukan oleh NGO, pusat perlu berikan regulasi," tandasnya.(*)
No comments:
Post a Comment