TAK SEINDAH PROMOSI. Kondisi hunian elit Greenland Senggigi Villa, di kawasan Senggigi, Lombok Barat. Nampak hancur dan kumuh tak berpenghuni. |
MATARAM - Pembangunan hunian elit Greenland Senggigi Villa, yang dikerjakan PT Hissto Perkasa Nusantara Jaya (Histoland) sebagai developer, diduga bermasalah dan mangkrak sejak dua tahun terakhir.
Puluhan konsumen yang sudah terlanjur mengambil unit CondoVilla di kawasan itu pun mengaku mengalami kerugian materiil dengan total mencapai miliaran rupiah.
Sejumlah konsumen mendatangi kantor PT Hisstoland untuk mempertanyakan tanggungjawab pihak developer. |
Sejumlah konsumen Greenland Senggigi Villa, Sabtu (14/9) mendatangi kantor PT Histtoland, di jalan Gajah Mada, Jempong, Kota Mataram, untuk meminta kejelasan dari pihak Histtoland.
Namun, bukannya mendapat kejelasan, mereka mendapati kantor Histtoland yang letaknya persis di samping Kantor DPD REI NTB, tertutup rapat.
"Kami datang untuk minta kejelasan dari pak Heri (Direktur PT Hisstoland). Kita minta tanggungjawab Hisstoland sebagai pihak developer," kata Lalu Adi Bagus, salah seorang konsumen.
Lalu Adi datang bersama konsumen lainnya, M Ikhsan, Onny Albertina, Ingoe Leja Kodi, I Gede Winarta, dan I Made Suasa.
Mereka mengaku sudah mengambil unit Condovilla di Greenland Senggigi Villa sejak 2014 dan 2015. Masing masing dengan nilai beragam berkisar Rp400 juta hingga Rp600 juta.
Pola pembayaran pun beragam, ada yang cash dan ada yang melalui kredit perbankan.
"Tapi sampai sekarang, kondisinya fasilitas umum belum tersedia, seperti air dan listrik. Kondisi bangunan pun banyak yang rusak. Ini kan kami dirugikan," katanya.
Menurut para konsumen, konsep pembangunan Greenland Senggigi Villa seolah menjanjikan mimpi manis di awal saja, dengan mengusung jargon sebagai hunian berkonsep CondoVilla pertama di Lombok.
CondoVilla merupakan gabungan model hunian rumah tapak dan apartemen. Lokasinya juga strategis di lingkar kawasan pariwisata Senggigi.
Promosi pemasaran Hisstoland yang menarik, harga bersaing dan lokasi strategis itu pula yang membuat para konsumen tertarik.
DIRUGIKAN. Para konsumen menunjukan bukti-bukti terkait pembelian hunian elit Greenland Senggigi Villa yang kini mangkrak pembangunannya. |
Pengusaha asal Jakarta, M Ikhsan mengaku tertarik mengambil unit hunian di Greenland Senggigi Villa setelah menemukan promosi di website urbanindo yang kini berubah menjadi 99.co.
Ikhsan akhirnya menandatangani Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB) tanah dan bangunan, dengan pihak Hisstoland pada April 2016 untuk sebuah unit di Blok C nomor 18.
"Harga jualnya Rp475 juta. Saya sudah bayar cash Rp325 juta, dan sisanya sesuai perjanjian akan saya lunasi setelah infrastruktur tersedia," kata Ikhsan.
Infrastruktur dimaksud adalah jalan, sarana listrik dan air, juga security perumahan.
Namun menurut Ikhsan, hingga akhir 2017 belum ada tanda-tanda infrastuktur dilengkapi oleh developer, meski pun unit hunian sudah ada yang jadi.
Ikhsan sudah beberapa kali menanyakan kejelasan masalah ini ke pihak developer. Dan yang didapatkan hanya janji dan janji.
"Ngakunya sih ada kendala di pendanaan. Tapi kan hal ini tidak perlu terjadi, karena banyak pembeli yang bayar cash. Jadi ini bukan alasan. Menurut saya Hisstoland sudah wanprestasi," tegasnya.
Ikhsan meminta pihak developer segera menyelesaikan pembangunan, atau mengembalikan uang miliknya, sepenuhnya. Hal ini perlu dipertegas, agar kerugian tidak semakin bertambah.
Menurutnya, sebelum memutuskan untuk mendatangi kantor Hisstoland di Mataram, ia sudah beberapa kali berusaha menghubungi Direktur Histtoland, Heri Susanto. Tapi, pria yang juga Ketua DPD REI NTB ini sulit dihubungi.
"Ini kan sudah lama sekali. Kami pun bukan tidak berusaha kontak. Tapi setiap kami kontak tidak pernah direspons. Bagi kami Hisstoland sudah melakukan pembohongan publik dan wanpretasi dengan konsumen," katanya.
Oni Albertina, konsumen yang mengambil unit di blok C15 juga mengutarakan kekesalan serupa.
Oni mengaku mendapat harga awal Rp407 juta dan sudah membayar cash bertahap kepada pihak Hisstoland.
"Terus di tahun 2017 itu sempat ada pemindahan developer dari Hissto ke PT Madina. Nah, saya sempat bayar lagi Rp68 juta untuk relokasi dan rehab unit," katanya.
Pada awal 2018, tanggungjawab developer diambilalih kembali oleh Hissto. Oni dijanjikan unit huniannya akan selesai pada Februari 2018.
"Tapi nyatanya jadi itu asal-asalan (pembagunannya), informasi dari mandor itu digarap lembur selama satu minggu," katanya.
Kini Oni berpikir untuk membatalkan pembelian hunian dan meminta uangnya kembali dari pihak Hisstoland. Apalagi sejauh ini belum ada serahterima unit hunian.
Seperti Ikhsan dan Oni, konsumen lainnya juga merasa dirugikan.
Lalu Adi Bagus yang membeli unit hunian di blok C19, malah sudah sempat melayangkan surat somasi kepada Direktur Hissto Heri Susanto.
"Saya layangkan somasi pada November 2018, setelah gempa. Saya tanya keseriusannya, dan saat itu dia (Heri Susanto) minta diselesaikan secara kekeluargaan," katanya.
Pasca somasi itu, Adi bertemu dengan Heri dan menandatangani surat perjanjian pada Januari 2019.
"(Dalam perjanjian) dia menyatakan akan melanjutkan pembangunan paling lama sampai Agustus 2019. Dia cerita bahwa dia dapat pencarian dana dari (Bank) Bukopin untuk rehab rumah gempa sebesar Rp1,5 Miliar. Itu yang akan dijadikan modal," katanya.
Tapi, sampai sekarang hunian C19 miliknya tetap dalam kondisi setengah rusak dan terkesan mangkrak.
Adi mengaku mengambil hunian sejak 2014 dengan harga Rp478 juta. Sejauh ini ia sudah membayar cash bertahap, sebesar Rp238 juta, dan 4 kali Rp60 juta.
Hal yang sama juga dirasakan I Gede Winarta yang mengaku sudah membayar sekitar Rp374 juta.
Gede mengaku membeli hunian itu dengan kredit Bank BRI Syariah, dan selalu membayar cicilan sejak 2014.
Begitu juga dengan I Made Suasa yang membeli hunian di blok C22 seharga Rp538 juta, dan Ingoe Leja Kodi blok C30 seharga Rp530 juta.
"Ini kan artinya kita bayar sesuatu yang belum jelas. Cicilan Bank jalan terus, sementara unit hunian masih dalam kondisi rusak dan mangkrak," cetus Ingoe.
Para konsumen ini hanya sebagian dari puluhan konsumen yang merasa dirugikan. Mereka berencana membawa masalah ini ke ranah hukum jika pihak developer tidak bertanggungjawab.
"Ya tuntutan kami sama semua, selesaikan pembangunan sesuai janji-janji di brosur (pemasaran). Atau kembalikan uang kami," tegasnya.
AKAN BERTANGGUNGJAWAB. Direktur Hisstoland Heri Susanto (tengah) bersama Kepala Bank Indonesia Perwakilan NTB Achris Sarwani, dalam sebuah acara di Banjarmasin, Sabtu (14/9). (Dokumen/Heri Susanto) |
Dikonfirmasi Sabtu sore (14/9), Direktur Hisstoland Heri Susanto membenarkan bahwa pembangunan Greenland Senggigi Villa adalah tanggungjawab PT Hissto Perkasa Nusantara Jaya (Hisstoland).
Namun, Heri Susanto yang juga Ketua DPD REI NTB tidak bisa menjelaskan lebih detil, karena masih berada di Banjarmasin untuk mengikuti sebuah kegiatan bersama Bank Indonesia Perwakilan NTB.
"Ya, betul untuk Greenland. Saat ini sedang perbaikan sejak hancur terkena gempa (2018)," katanya, saat dihubungi dari Mataram.
Heri mengatakan, perbaikan yang dilakukan murni ditanggung oleh perusahaan Hisstoland sampai selesai.
Menurutnya, sebelum gempa 2018, sebenarnya unit hunian banyak yang sudah jadi dan hampir selesai.
Kerusakan terjadi akibat gempa 2018, dengan kerugian total mencapai Rp5 Miliar.
"Tapi semua kerusakan tersebut sedang diperbaiki oleh perusahaan tanpa meminta dana kepada konsumen. Hal ini sebagai rasa tanggungjawab perusahaan," kata Heri.
Heri mengaku pihaknya baru memulai proses perbaikan karena perusahaan baru mendapatkan pendanaan untuk memperbaiki kerusakan tersebut.
"Kerugian atas kerusakan tersebut mencapai Rp5 Miliar. Dan semua itu ditanggung oleh kami untuk memperbaikinya," katanya.
Ia berharap para konsumen bisa bersabar sambil menunggu proses perbaikan dilakukan. (*)
No comments:
Post a Comment