H Mahnun Mahrup menunjukan surat laporan kepolisian yang tak kunjung ditangani oleh Polres Lombok Tengah. |
LOMBOK TENGAH - Seorang petani warga Desa Sukarara, Lombok Tengah, H Mahnun Mahrup mengaku hanya bisa pasrah dengan nasibnya mencari keadilan hukum di Polres Lombok Tengah.
Pasalnya, laporan H Mahrup terkait dugaan pencurian dan penggergahan tanah yang diajukan ke Polres Lombok Tengah, tak kunjung diproses.
"Kami ini kan orang awam, tidak paham hukum. Kemana lagi harus mengadu dan mencari keadilan," keluh H Mahnun Mahrup, Senin (2/9) di Lombok Tengah.
Ia menjelasakan, kasus ini berawal ketika di tahun 2015 dirinya menyewa gadai sebidang tanah sawah seluas 28 Are di kawasan Batu Bolong, Desa Ungga, Kecamatan Praya Barat Daya, LombokTengah.
Sewa gadai disepakati 2015 hingga 2017 dengan harga Rp50 juta.
"Kami sewa gadai dari anaknya Amaq Liasih bernama H Abdurrohim, dan kita garap setahun itu hasilnya 1,5 ton (gabah kering giling," katanya.
Namun, pada 2016 tanpa sebab dan tanpa ada masalah, tiba-tiba saja semua hasil panen diambil oleh terlapor berinisial SMN.
"Akhirnya kami laporkan terlapor SMN itu ke Polda NTB dengan tuduhan dugaan pencurian. Tapi oleh Polda diarahkan untuk melaporkannya ke Polres Lombok Tengah," katanya.
Menurut Mahnun, setelah melapor pada 2016 ternyata laporan itu tak pernah ditindaklanjuti.
Akhirnya pada Maret 2019, pihaknya kembali melaporkan SMN dengan tuduhan dugaan penggergahan ke Polres Lombok Tengah.
"Kami lapor lagi dugaan penggergahan Maret 2019 ke Polres Lombok Tengah. Tapi sampai sekarang juga tidak jelas perkembangannya,"
Menurut Mahnun, pihaknya sudah beberapa kali menanyakan ke Polres Lombok Tengah terkait kasus ini. Namun oknum penyidik justru memarahi.
"Kami datang menanyakan, tapi kami dimarah sampai dikatakan bapak ini banyak omong," katanya.
Pekan lalu, Mahnun juga membawa lima orang saksi yang melihat dan mengetahui aksi penggergahan itu, namun ditolak oleh penyidik.
Mahnun juga membawa pejabat Kepala Dusun yang mengerti benar soal kasus sewa gadai yang berakhir penggergahan ini.
"Kami bawa Kadus untuk jelaskan bahwa kami memang beli gadai tanah di H Abdurohim, tapi Kadus juga ditolak. Sehingga kami merasa dipermainkan oleh Peolres Loteng," katanya.
Ia berharap masalah ini juga diatensi oleh Polda NTB. Sebab sebagai rakyat kecil ia mengaku tak tahu harus mengadu kemana lagi.
"Kami harus kemana lagi, kami capek, kami terzolimi, sementara terlapor malah bertindak bagaikan raja," katanya.
Menurutnya, kerugian yang diderita dirinya bisa mencapai puluhan juta rupiah. Selain uang sewa gadai, juga hasil panen yang diambil oleh terlapor SMN. (*)
No comments:
Post a Comment