KOREA SELATAN. Delegasi NTB saat berkunjung ke Kota Guangju, Korea Selatan. Insert : LOI kerjasama NTB dengan Chodang University. (Kolase/Istimewa) |
MATARAM - Setelah mewawancarai dan menurunkan tiga tulisan bersambung tentang cerita para peserta program pendidikan percepatan S1 Chodang University Korea Selatan, Mandalikapost.com menemukan lebih banyak cerita, bagaimana program ini bermula, siapa saja yang berperan, dan siapa pula yang seharusnya bertanggungjawab setelah program ini diduga gagal.
"Ini program setting up to fail. Sejak awal kelihatan kalau program ini akan gagal," kata seorang narasumber kepada Mandalikapost.com, Sabtu malam (7/9) di Mataram.
Sumber merupakan tenaga dekat dengan kepanitiaan program yang dilakukan berdasar Letter Of Intent (LOI) Pemprov NTB dengan Chodang University.
LOI ditandatangani Gubernur NTB Dr H Zulkieflimansyah bersama Presiden Chodang University, Prof Park Jong Koo, 29 Januari 2019 di Kantor Gubernur NTB di Mataram.
LOI berisi tiga poin kerjasama yang akan dibangun yakni di bidang Pendidikan Kesehatan, dan bidang lainnya yang akan dibicarakan kedua pihak selanjutnya.
Program pendidikan itu termasuk program percepatan S1 untuk lulusan D3 Kesehatan NTB. Chodang menyediakan program akselerasi 1 tahun, untuk mereka.
Menurut Sumber, saat LOI ditandatangani Dinas Kesehatan NTB sudah mengumumkan 35 orang peserta program S1 tersebut. Ini bagian dari 18 orang yang sudah berangkat ke Korea dan 17 orang yang belum berangkat karena tersandung kendala Visa.
Program yang "Setting up to Fail", dianalisa sumber dari pengakuan para peserta.
"Misalnya awalnya TOPIK (Test of Proficiency in Korean) diberikan hanya sampai level II di semester pertama, sementara syarat untuk bisa memulai kuliah S1 ternyata TOPIK harus lulus level III," katanya.
Selain itu, tujuh program studi yang semula ditawarkan, ternyata hanya ada 1 prodi yakni medical management yang bisa diakses peserta program percepatan S1 dari NTB.
Padahal tidak semua peserta keilmuannya berbasis medical management. Sementara enam prodi lainnya ternyata hanya bisa diakses lewat jalur reguler yang bisa menghabiskan waktu empat tahun dan dengan biaya yang akan lebih besar.
"Peserta kan kebanyakan D3 Keperawatan, tapi Departemen of Nurses hanya untuk reguler. Nah kalau mereka ambil S1 yang tidak sesuai kan takutnya tidak diakui oleh Dikti (Kemenristek Dikti) dalam penyetaraannya nanti. Jelas ini, saya berani bilang, program Setting for Fail. Anda nggak akan berhasil ikut program ini, bahkan sejak awal," katanya.
Soal syarat Test of Proficiency in Korean (TOPIK) yang harus level III dan sejumlah prodi yang ternyata tidak tersedia, juga diamini beberapa peserta program yang sempat diwawancarai Mandalikapost.com.
Dua hal itu pula yang menjadi alasan bagi 14 dari 18 peserta program yang sudah berada di Korea Selatan, akhirnya memiih berhenti mengikuti program dan memutuskan pulang ke NTB.
Kronologi Kerjasama NTB - Chodang University
Pada September 2018, Presiden Joko Widodo melantik DR H Zulkieflimansyah dan Dr Hj Sitti Rohmi Djalilah sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi NTB untuk periode 2018 - 2019.
Zul-Rohmi, demikian pasangan ini populer, mengusung program besar untuk pembangunan Provinsi NTB dengan jargon NTB Gemilang.
Sektor pendidikan menjadi salah satu unggulan program. Implementasi yang diharapkan adalah mengirim sebanyak-banyaknya pemuda dan pemudi NTB untuk menimba ilmu ke luar negeri.
Pada Oktober atau awal November 2018, tiga orang pejabat, Kepala Dinas Kesehatan NTB dr Nurhandini Eka Dewi, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram, dr Hamsu Kadrian, dan Direktur RSUD Provinsi NTB, dr Lalu Hamzy Fikri menyampaikan usulan kepada Gubernur Zulkieflimansyah tentang peluang kerjasama pendidikan dengan Chodang University Korea Selatan.
Roda mutasi, seperti lazimnya pemerintahan baru di wilayah Provinsi di Indonesia belum berjalan di NTB saat itu dalam masa awal pemerintahan Zul-Rohmi.
Gubernur Zulkieflimansyah kemudian meminta ada utusan yang dikirim ke Chodang University. Tugas mereka untuk memverifikasi tawaran program dan melihat seperti apa kampus Chodang University di Korea Selatan.
"Gubernur meminta mereka berangkat ke Korea untuk menverifikasi (Chodang University). Kemudian mereka berangkat, dan pulangnya melaporkan bahwa ini kerjasama yang bagus untuk NTB. Karena yang melapor adalah dokter-dokter yang berpengalaman, ya Gubernur percaya dan lanjut," kata sumber.
Dari rekam digital yang ditemukan Mandalikapost.com, Kepala Dinas Kesehatan NTB Nurhandini Eka Dewi dan Direktur RSUP NTB dr Lalu Hamzy Fikri bersama rombongan berkunjung ke Korea Selatan pada akhir November 2018.
Sempat bertemu dengan sejumlah pejabat di Kota Guangju, dan bertemu pihak Chodang University di Kabupaten Muan, Provinsi Jeolla Selatan.
Namun, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB belum bersedia menjelaskan saat dikonfirmasi.
Namun, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB belum bersedia menjelaskan saat dikonfirmasi.
Pada Januari 2019, rombongan Profesor dari Chodang University berkunjung ke Lombok, NTB. Tanpa Gubernur, rombongan ini disambut Kepala Dinas Kesehatan, Direktur RSUD Provinsi NTB dan beberapa pejabat Assisten Gubernur di Bandara Internasional Lombok.
LOI antara Pemprov NTB dan Chodang University pun ditandatangani pada 29 Januari, dalam sebuah seremoni di Kantor Gubernur NTB.
Chodang University diduga bukan kampus Bonafit di Korea Selatan. Tracking jejak digital untuk kampus ini pun sangat jarang ditemukan di mesin selusur Google.
Laman Wikipedia menulis
Chodang University adalah satu-satunya Perguruan Tinggi di Kabupaten Muan, Provinsi Jeolla Selatan, Korea Selatan.
Beberapa situs menempatkan Chodang sebagai kampus berkualitas urutan ke 189 di Korea Selatan.
Pada 4 Maret 2019, Wakil Presiden M Jusuf Kalla menerima Presiden Korea International Cooperation Agency (KOICA), Lee Mikyung di Kantor Wakil Presiden, Jakarta.
“Saya mengucapkan terima kasih atas tawaran kerja sama dari Korea. Kami juga berterima kasih karena Pemerintah Korea telah menerima orang Indonesia untuk belajar dan magang sehingga mendapat banyak ilmu," ujar Jusuf Kalla, saat itu, seperti dikutip Media Indonesia.
Sementara di saat yang tak terpaut jauh, Maret 2019, NTB justru sudah lebih dulu mengirimkan gelombang pertama, 18 peserta program percepatan S1 yang dikirim ke Chodang University, Korea Selatan.
Pada Agustus 2019, para peserta yang diberangkatkan menemukan kenyataan yang mengecewakan. Sebagian besar mereka memilih berhenti mengikuti program dan pulang ke NTB.
Kantor Ombudsman Perwakilan Provinsi NTB tengah membuka sebuah rangkaian investigasi untuk kasus yang diduga merugikan 35 orang peserta, dari sisi waktu dan jeratan hutang perbankan.
"Iya, kami sedang lakukan investigasi," kata Kepala Kantor Ombudsman NTB, Adhar Hakim SH.
"Setting up to Fail" untuk program S1 Korea ini menarik dicermati. Pihak-pihak yang seharusnya bertanggungjawab kini seolah saling lempar batu sembunyi tangan.
"Setting up to Fail" untuk program S1 Korea ini menarik dicermati. Pihak-pihak yang seharusnya bertanggungjawab kini seolah saling lempar batu sembunyi tangan.
Sumber Mandalikapost.com menyebut nama Profesor Jo atau Zoh, sesosok akademisi Korea Selatan yang berperan besar untuk kerjasama NTB-Chodang University ini. (*/Bersambung)
No comments:
Post a Comment