IRIGASI DIRATAKAN. Alat berat proyek perumahan meratakan lahan dimana terdapat saluran irigasi pertanian di Desa Sembung, Kecamatan Narmada, Lombok Barat. (Istimewa) |
LOMBOK BARAT - PT Maulan Raya Lombok (MRL) diduga merusak saluran irigasi pertanian dalam pembangunan Perumahan Komersial Bersubsidi Sembung Palace di wilayah Desa Sembung, Kecamatan Narmada, Lombok Barat.
Salah seorang petani pemilik sawah warga Desa Badrain, H Awal mulai mengeluhkan kekurangan air di lahan sawahnya.
Letak Desa Badrain berbatasan langsung dengan Desa Sembung dimana proyek perumahan tersebut sedang berjalan.
"Saluran irigasi di Desa Sembung yang menuju sawah saya di Badrain ternyata ada yang rusak akibat proyek perumahan ini. Akibatnya air yang dulu lancar sekarang sangat terganggu," kata Awal, yang dijumpai Minggu (28/7) di sekitar lokasi pembangunan proyek perumahan PT MRL di Desa Sembung.
Sebagai petani kecil yang hanya mengandalkan lahan sawah seluas 45 are, Awal merasa dirugikan karena dampak kurangnya air irigasi bisa mengancam anjloknya hasil panen ke depan.
Ia berharap, pihak pengembang pemilik proyek pembangunan perumahan di wilayah Desa Sembung agar tak merusak saluran irigasi yang sudah ada, alias diratakan.
“Sekarang bisa dilihat, air irigasi pasca tanah diratakan, melubernya kemana-mana. Sehingga, petani banyak yang terancam gagal panen,” tandasnya.
Awal mendesak pihak terkait termasuk stakeholders terkait di Pemprov NTB untuk segera turun tangan dan menyikapi masalah yang mendera para petani di Narmada ini.
Tindakan yang merugikan sektor pertanian terutama masyarakat petani setempat ini menjadi sorotan Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB, H Husnul Fauzi meminta, Pemda Kabupaten dan Kota di NTB agar lebih selektif menerbitkan izin pembangunan di atas areal yang masuk lokasi persawahan.
Apalagi kawasan yang masuk kategori sawah abadi atau berkelanjutan di wilayahnya masing-masing. Termasuk di Desa Sembung, Kecamatan Narmada, Lombok Barat.
Husnul menegaskan, dalam Undang-undang tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) telah diatur secara komprehensif terkait perencanaan alih fungsi dan selanjutnya ada kewajiban lahan pengganti seluas dua kali lipat dari lahan yang telah dialihfungsikan tersebut.
“Langkah ini dimaksudkan agar keseimbangan alam dan ketahanan pangan dapat terjaga. Mengingat, alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan perumahan dan perkantoran menjadi ancaman serius akhir-akhir ini di semua wilayah di Indonesia, termasuk di NTB,” kata Husnul Fauzi, Minggu (28/7) di Mataram.
Menurut Husnul, kewenangan pemberian izin peralihan fungsi lahan pertanian produktif telah menjadi kewenangan Pemda Kabupaten dan Kota.
Ia menyarankan agar Pemda Kabupaten dan Kota mulai serius menyiapkan perangkat penyidik pegawai negeri sipil atau PPNS.
“Jika ada PPNS itu, biasanya pengawasan terhadap RT/RW masing-masing Kabupaten dan Kota, khususnya alih fungsi lahan pertanian akan bisa berjalan efektif seperti yang sudah kita terapkan di Pemprov NTB,” kata Husnul.
Menurutnya, kawasan di Desa Sembung berdasarkan pantauan pihaknya termasuk lokasi persawahan produktif di NTB.
Apalagi selama ini, produksi pertanian di wilayah setempat mampu memberikan kontribusi pada produksi beras di NTB.
“Tapi, apakah substansi perlindungan lahan disana (Desa Sembung), sudah masuk dan ditetapkan dalam kawasan tata ruang Kabupaten Lombok Barat. Yakni, kawasan hijau, tentu Pemkab Lombok Barat perlu melakukan klarifikasi. Ini penting agar lahan-lahan produktif itu tidak gampang dialihfungsikan ke depannya,” tandas Husnul Fauzi.
MP/Abdul Rahim
No comments:
Post a Comment