Terkini Lainnya

Wednesday, July 31, 2019

Menilik Produksi Gula Semut, Industrialisasi Hulu Olahan Aren di Desa Karang Sidemen

Produk Gula Semut hasil produksi kelompok Lebah Rinjani, Desa Karang Sidemen, Lombok Tengah. (Istimewa)


LOMBOK TENGAH - Masyarakat di Desa Karang Sidemen, Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah, mulai mengembangkan industri rumahan berbahan nira pohon Aren.

Kelompok Usaha Masyarakat Lebah Rinjani misalnya, sudah tiga bulan ini berinovasi memproduksi Gula Semut, dan mengemas dengan packaging modern dan menarik sebelum dilempar ke pasar.

"Kami coba manfaatkan potensi yang ada, karena pohon Enau atau Aren kan banyak di Desa ini. Sejak tiga bulan lalu, kami coba untuk olahan Gula Semut ini," kata Pembina Kelompok Lebah Rinjani, Ma'ad Tafa'ul Jahidin Na'im (37), saat ditemui di home industry Gula Semut di Desa Karang Sidemen.

Karang Sidemen merupakan salah satu Desa dengan potensi pohon Enau atau Aren yang cukup besar.

Dahulu, air nira yang disadap dari pohon Enau digunakan sebagai bahan baku Gula Merah atau bahasa setempat menyebut Gule Beaq.

Legen atau tuak manis juga bisa diproduksi dari pohon Enau ini.

Namun, harga jual dan minat pasar untuk Gula Beaq dan Legen tidak terlalu menarik.

Selama ini pasar untuk Gula Beaq tradisional hanya untuk kebutuhan membuat penganan ringan untuk hari raya Idul Fitri, Maulid Nabi, atau hari besar keagamaan lainnya.

Menurut Ma'ad, hal tersebut membuat kelompok Lebah Rinjani mulai berinovasi membuat produk turunan Aren yang lebih modern, menarik, dan mampu diserap pasar zaman now selain pasar tradisional.

"Dulu kan gula merah tradisional hanya digunakan saat lebaran atau maulud saja. Tapi dengan inovasi ini kita harap bisa terserap dan menjadi kebutuhan sehari-hari karena bentuknya seperti gula pasir," kata Ma'ad.

Proses pengemasan Gula Semut produksi kelompok Lebah Rinjani di Desa Karang Sidemen, Lombok Tengah.

Gula Semut produksi kelompok Lebah Rinjani sekilas nampak seperti gula merah dalam bentuk serbuk.

Teksturnya mirip gula pasir, namun berwarna kecoklatan.

Tapi, jika dicicipi Gula Semut produksi kelompok Lebah Rinjani ini ternyata penuh cita rasa.

"Kami memproduksi dalam tiga varian rasa. Ada rasa Kopi, Jahe, dan original, agar banyak pilihan," kata Ma'ad.

Bukan hanya cita rasa, kelompok Lebah Rinjani juga memastikan kualitas produk mereka dengan packaging atau kemasan yang menarik.

Saat ini, banyak rumah tangga di seputar Karang Sidemen yang biasanya menggunakan gula rafinasi atau gula pasir, mulai beralih ke gula semut.

“Kami kemas dengan modern untuk agar tampilan menarik sekaligus menjaga kualitas gula semut ketika sampai ke konsumen,” katanya.

Koordinator Lebah Rinjani, Sri Yulianingsih mengakui masih ada beberapa kendala terkait kegiatan promosi pasar yang lebih luas.

"Saat ini pemasaran gula semut masih mengandalkan by order dan personal pasar ke pasar,"katanya.

Hal ini membuat jumlah produksi tiap pekannya belum dapat dimaksimalkan,  meski pun ada peningkatan dalam penjualannya dibanding sebelum berinovasi.

Sri menjelaskan, untuk bisa menembus pasar modern yang lebih luas, saat ini pihaknya tengah mengupayakan pengurusan label halal dan MUI dan tera produk sehat dari BPOM.

“Kami sudah mencoba menawarkan ke pihak Alfamart dan Indomart, tapi masih terkendala dengan label halal dari MUI dan jaminan produk dari BPOM. Ini yang sedang kami upayakan," tukasnya.

Perempuan tamatan SMP itu mengatakan, melihat potensi Gula Semut yang cukup baik maka upaya promosi terus digencarkan untuk mengenalkan produk olahan rumah ke masyarakat luas.

Ia juga berharap ada perhatian dan dukungan Pemda untuk mempromosikan dan membangung jejaring pasar.

"Kami sangat berharap bantuan pemerintah terkait label kesehatan dan sertifikasi halal agar produk ini dapat diterima di pasar-pasar modern sebagai langkah untuk mengembangkan produk-produk lokal yang dapat meningkatkan nilai ekonomi bagi masyarakat petani Aren," katanya. (Man/Diskominfotik)

No comments:

Post a Comment