MATARAM - Wakil Gubernur NTB, Dr Hj Sitti Rohmi Djalilah meminta jajaran OPD di lingkup Pemprov NTB untuk melakukan validasi data penduduk miskin di wilayah NTB.
Hal ini penting dilakukan agar beragam program penanggulangan kemiskinan yang diprogramkan pemerintah bisa berjalan tepat sasaran.
"Perlu validasi data dan update sasaran penduduk miskin berdasarkan by name by adress. Sehingga pelaksanaan dari program-program nasional untuk masyarakat miskin menjadi tepat sasaran, dan dan harus dilaksanakan lebih cepat," tegas Wagub Umi Rohmi, saat memimpin Rapat Koordinasi Teknis Terbatas, Senin (22/7) di Kantor Gubernur NTB di Mataram.
Rapat dihadiri Penjabat Sekda NTB, Kepala Bapeda dan Penelitian NTB, Dinas Kominfotik dan Kepala BPS NTB beserta jajarannya.
Umi Rohmi menegaskan hal tersebut usai mendengar pemaparan Kepala BPS NTB, Suntono.
Dalam rapat, Suntono menjelaskan, upaya menurunkan kemiskinan, pada prinsipnya sangat ditentukan oleh efektivitas dan ketepatan sasaran pelaksanaan program-program intervensi yang digulirkan.
Antara lain Distribusi Beras Miskin, Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Perlindungan Sosial (KPS) dan NBPNT.
Menurut Suntono, masih tingginya garis kemiskinan (GK) di NTB, antara lain disebabkan karena distribusi beras miskin belum tepat sasaran.
BACA JUGA : NTB Masuk 10 Besar Provinsi dengan Presentase Penduduk Miskin Terbesar !!
Dari hasil survey yang dilakukan BPS NTB, ternyata 27,6 peren dari penduduk yang paling miskin (desil 1) dan mestinya mendapatkan raskin/rastra, ternyata tidak menerima raskin/NBPNT.
Sebaliknya terdapat 20,8 persen penduduk mampu/kaya meteri (desil 10) ternyata menerima raskin.
"Demikian juga, 72 persen rumah tangga miskin di NTB tidak menerima kartu perlindungan sosial (KPS)," ungkapnya.
Suntono menekankan, apabila program-program penanggulangan kemiskinan tersebut, tepat sasaran, maka pihaknya yakin garis kemiskinan di NTB dapat ditekan hingga 8,5 persen.
Menanggapi penjelasan tersebut, Wagub Umi Rohmi menegaskan bahwa kendala dan permasalahan yang harus dibenahi adalah terkait data sasaran penduduk miskin yang belum valid.
"Perlu validasi data dan update sasaran penduduk miskin berdasarkan by name by adress," tukasnya.
Umi Rohmi meminta validasi data sasaran segera dilakukan secara terintegrasi bersama seluruh instansi terkait, terutama pemerintah desa dan dusun. Sebab, di situlah letaknya pendataan dan validasi itu dilakukan.
"Proses pemutahiran data penduduk miskin akan dilakukan melalui metode rembug desa. Dan seluruh rumah tangga miskin akan dipasang label/stiker," kata Wagub Umi Rohmi.
Umi Rohmi juga menyayangkan bahwa masih ada penduduk yang secara ekonomi sudah mampu atau kaya materi, tetapi masih mau menerima Raskin.
"Hal tersebut menunjukkan bahwa masalah kemiskinan yang kita hadapi bukan hanya miskin ekonomi, tetapi juga miskin secara mentalitas," katanya.
Angka Kemiskinan Cenderung Stagnan
Dalam rapat tersebut kembali terungkap, jumlah penduduk miskin di NTB pada maret 2019 tercatat 14,56 persen.
Presentase itu menurun tipis (0,07 persen) dibanding September 2018 sebesar 14,63 persen.
Namun secara jumlah riil, angka penduduk miskin di NTB masih cenderung stagnan.
Penurunan tersebut tidak membuat pasangan Gubernur Dr H Zulkieflimansyah dan Wakil Gubernur Dr Hj Siti Rohmi Djalilah merasa puas.
Meski mengapresiasi kinerja penanganan kemiskinan tersebut, karena di tengah kondisi bencana, NTB tetap menjadi daerah di indonesia yang sangat progesif dalam penurunan angka kemiskinan.
"Penurunan tipis ini harus jadi pelecut dan bahan evaluasi untuk mengoptimalkan pelaksanaan program agar tepat sasaran dan menyentuh langsung akar masalah kemiskinan yang dihadapi masyarakat," kata Wagub Umi Rohmi.
Ia meminta jajarannya terus mencermati dan mengkaji, penyebab dan kendala-kendala atau faktor-faktor yang menyebabkan penurunan angka kemiskinan berjalan lambat.
Meski presentase angka kemiskinan NTB masih di bawah angka nasional (9,41 persen, namun tingkat kedalaman kemiskinan dan ketimpangan kemiskinan (gini ratio) NTB justru lebih baik dari angka nasional, yakni Nasional 0,382 dan NTB 0,379.
Itu artinya tingkat dan kedalaman kemiskinan yang dialami oleh masyarakat NTB tidaklah terlalu parah, sehingga lebih mudah untuk menanggulanginya.
Wagub NTB meminta jajarannya melakukan kajian menyeluruh terkait kondisi tersebut, sehingga Pemda NTB dan seluruh stake holder dapat melakukan langkah-langkah intervensi secara tepat sasaran.
Dalam rapat, Kepala BPS NTB Suntono menjelaskan bahwa pendekatan untuk mengukur tingkat kemiskinan adalah ketidakmampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar ekonominya.
Yakni kebutuhan dasar makanan dan kebutuhan dasar non makanan.
Kebutuhan dasar makanan, kata Suntono adalah pengeluaran untuk memenuhi konsumsi 2100 kkalori perkapita perhari (diwakili paket komoditi kebutuhan dasar makanan sebanyak 52 komditi).
Sedangkan kebutuhan dasar non makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
Suntono menjelaskan bahwa komoditi makanan yang mendominasi terbentuknya garis Kemiskinan (GK) di NTB adalah pengeluaran untuk makanan, yakni beras (21,41 persen) dan rokok (11,95 persen).
Garis Kemiskinan (GK) di NTB sebesar 74,54 persen. Hal tersebut karena pengeluaran untuk membeli makanan, ungkapnya.
Dan hanya 25,46 persen saja untuk pengeluaran non makanan seperti perumahan hanya sebesar 8,59 persen di kota dan 9,55 persen di pedesaan, terangnya. (*)
No comments:
Post a Comment