KONFERENSI AHLI FILSAFAT. Konferensi ke 7 Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia (AFHI) di Mataram. (Istimewa) |
MATARAM - Puluhan ahli filsafat hukum yang tergabung dalam Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia (AFHI) menggelar Konferensi ke 7 dengan tema Menemukan Kebenaran Hukum di Era Post-Truth, Selasa (25/6), di Gedung Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram).
Kegiatan akan berlangsung hingga 27 Juni 2019 mendatang.
Kegiatan yang diselenggarakan AFHI dan Taman Metajuridika Fakultas Hukum Unram ini, dihadiri puluhan peserta yang merupakan akademisi dari berbagai Universitas di Indonesia.
Mereka antara lain berasal dari Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Airlangga, Universitas Tarumanegara, Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara, IAIN Palopo, Univertitas Brawijaya, Univeritas Pelita Harapan, Univeritas Pasundan dan lainnya. Selain itu sejumlah pegiat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Indonesia juga ikut ambil bagian dalam kegiatan ini.
Ketua Panitia Konferensi AFHI, Febryan Fitrahady, SH.MH mengatakan bahwa kegiatan ini mendapat respon yang positif, jumlah pendaftar sangat banyak sehingga harus dibatasi.
Terdapat 45 abstract atau makalah telah didaftarkan untuk mengikuti konferensi ini, menyusul 3 abstract, yang terpaksa ditolak karena masuk setelah pendaftaran di tutup.
"Dari 45 paper yang masuk, terpilih 30 paper setelah melalui seleksi yang ketat untuk diikutkan dalam konferensi ini," kata Febryan.
Febryan mengatakan meskipun ada peserta yang papernya tidak lulus seleksi, namun tetap mengikuti Konferensi ini dengan biaya sendiri.
Konferensi Nasional ini menghadirkan 16 narasumber yang merupakan guru besar dari berbagai Universitas di Indonesia, 3 diantaranya adalah guru besar di Fakultas Hukum Unram.
"Seluruh narasumber yang hadir juga menuliskan paper mereka. Menurut rencana kami akan membukukan tulisan 16 narasumber dan peserta yang papernya terpilih dalam sebuah buku seri Filsafat bertajuk Kebenaran Hukum di Era Post-Truth," kata Febryan.
Konferensi Nasional AFHI ke 7 di Mataram. |
Pembukaan Konferensi menghadirkan wayang sasak dari Sekolah Pedalangan Wayang Sasak (SPWS) sebagai pemandu acara yang menggantikan peran Master Ceremony (MC).
Wayang Sasak muncul mengarahkan pembukaan Konferensi yang dilaksakan pertama kali di luar pulau Jawa itu.
Konferensi dibuka oleh Dekan Fakultas Hukum Unram, Dr. H. Hirsanuddin, SH., M.Hum.
Hirsan mengatakan bahwa Wayang Sasak adalah kesenian asli di Lombok.
Baginya menampilkan Wayang sebagai pemandu acara adalah pilihan yang tepat ditengah tengah para ahli filsafat hukum yang hadir dan bisa menelaah apa yang ada di balik Wayang Sasak.
PUISI. Direktur Sekolah Pedalangan Wayang Sasak (SPWS) Lombok, Abdul Latif Apriaman membaca puisi dalam Konferensi Nasional AFHI di Mataram. (Istimewa) |
Dalam pembukaan Konferensi ini, panitia juga menghadirkan pembacaan puisi tentang matinya Dewi Keadilan, berjudul O Inaq Ja' O Amak, Mbe Taok Keadilan ( dalam bahasa Sasak) yang artinya O Ibu O Bapak, Dimana Keadilan.
Puisi yang dibacakan Abdul Latif Apriaman, dari Sekolah Pedalangan Wayang Sasak, mewarnai Konferensi Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia (AFHI) di NTB. (*)
No comments:
Post a Comment