KRISIS AIR BERSIH. Distribusi air bersih petugas BPBD di Kabupaten Lombok Tengah. (Foto: Dok.BPBD NTB) |
MATARAM - Musim kemarau mulai menyebabkan kekeringan dan krisis air terjadi di sejumlah wilayah di 9 dari 10 daerah Kabupaten/Kota yang ada di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB menyebutkan, hingga saat ini tercatat sedikitnya 185.708 Keluarga terdiri dari 674.017 jiwa terdampak krisis air.
Mereka tersebar di 302 Desa/Kelurahan, 69 Kecamatan, 9 Kabupaten/Kota di NTB, kecuali Kota Mataram.
"Sampai data terakhir ini, total masyarakat yang terdampak di 9 Kabupaten/Kota mencapai 674.017 jiwa," kata Kepala BPBD NTB, H Ahsanul Khalik, Kamis (11/7) di Mataram.
Menurutnya, untuk mengatasi krisis air, sejak pertengahan Juli lalu, BPBD di tiap Kabupaten/Kota sudah mulai melakukan distribusi air bersih ke lokasi-lokasi terdampak kekeringan.
Sementara, BPBD NTB akan membahas
upaya selanjutnya dengan melakukan rapat koordinasi bersama Dinas/Instansi terkait dan juga pihak Pemda Kabupaten/Kota terdampak.
"Penanganan jangka pendek sudah dilakukan dengan distribusi air ke lokasi krisis air dan kekeringan. Nanti pekan depan kami akan rapat koordinasi lengkap, untuk langkah selanjutnya," katanya.
Ahsanul mengatakan, sejauh ini belum ada Pemda yang menetapkan status tanggap darurat untuk kekeringan dan krisis air lantaran masih bisa ditangani.
Namun yang harus diantisipasi adalah terus meluasnya daerah yang terdampak kekeringan dan krisis air.
"Kekeringan dan krisis air kan tiap tahun terjadi di NTB, tapi tahun ini luasannya meningkat sehingga selain distribusi air harus dipikirkan juga solusi jangka panjangnya," katanya.
Data BPBD NTB menyebutkan kekeringan dan krisis air terjadi di pulau Lombok meliputi Kabupaten Lombok Barat 25 Desa, 6 Kecamatan, 16.246 KK, 64.983 Jiwa, Kabupaten Lombok Utara 20 Desa, 5 Kecamatan, 9.388 KK, 28.136 Jiwa, Kabupaten Lombok Tengah 83 Desa, 9 Kecamatan, 69.380 KK, 273.967 Jiwa, Kabupaten Lombok Timur 37 Desa, 7 Kecamatan, 42.545 KK, 128.848 Jiwa.
Sedangkan di pulau Sumbawa meliputi Kabupaten Sumbawa Barat 12 Desa, 3 Kecamatan, 2.660 KK, 10.084 Jiwa, Kabupaten Sumbawa 42 Desa, 17 Kecamatan, 20.189 KK, 80.765 Jiwa, Kabupaten Dompu 33 Kecamatan, 8 Desa, 15.094 KK, 48.717 Jiwa, Kabupaten Bima 36 Desa, 10 Kecamatan, 4.190 KK, 20.819 Jiwa, dan Kota Bima 13 Kelurahan, 4 Kecamatan, 6.014 KK, 17.595 Jiwa.
Peringatan Potensi Kekeringan Puncak Kemarau
Sementara itu, melalui informasi iklim dasarian Provinsi NTB, BMKG mencatat hujan dengan kategori rendah (< 50 mm/dasarian) terjadi pada dasarian I Juli.
Dari Monitoring Hari Tanpa Hujan (HTH) berturut – turut di sebagian besar di Pulau Lombok khususnya bagian Timur pada umumnya dalam kategori Pendek (6 – 10 Hari), mengakibatkan adanya hujan yang turun di awal Dasarian I Juli.
Untuk di wilayah lainnya di NTB pada umumnya kategori Panjang (21 – 30 Hari) hingga kategori Kekeringan Ekstrim (>60 Hari).
Petugas Prakirawan BMKG Stasiun Klimatologi Lombok Barat, Nindya Kirana menjelaskan, menurunnya peluang terjadinya hujan di wilayah NTB saat ini dipengaruhi beberapa faktor.
Dilihat dari kondisi dinamika atmosfer enso yang berada pada kondisi normal, sementara kondisi Suhu Muka Laut di perairan NTB menunjukan kondisi lebih dingin dibandingkan normalnya.
"Analisis angin menunjukkan Angin Timuran masih mendominasi di wilayah Indonesia. Kondisi tersebut menyebabkan mengurangi peluang terjadinya hujan di wilayah NTB," jelas Nindya Kirana dalam keterangan tertulis, Kamis (11/7).
Kondisi ini menyebabkan, pada dasarian II Juli 2019 peluang terjadinya curah hujan sangat kecil yakni sebesar < 10 % untuk terjadinya hujan > 20 mm/dasarian.
Karena itu BMKG menerbitkan peringatan dini kekeringan meteorologis.
Potensi kekeringan meteorologis yang harus diwaspadai di daerah dengan Hari Tanpa Hujan > 60 hari, antara lain Lombok Timur ( Sambelia), Sumbawa Barat (Brang Ene), Sumbawa (Rhee, Buer, Batulanteh, Sumbawa, Moyo Hilir, Lape, Alas Barat), Dompu (Woja, Kempo, Hu’u, Kilo, Pajo), Bima (Palibelo, Tambora, Wawo, Wera, Belo, Bolo, Woha, Sape, Parado, Palibelo), Kota Bima (Raba, Asakota Kolo).
"Dengan masuknya puncak Musim Kemarau dan berkurangnya curah hujan, masyarakat dihimbau agar waspada dan berhati – hati terhadap dampak yang dapat ditimbulkan seperti potensi kekeringan, kekurangan air bersih, dan potensi kebakaran lahan khususnya pada daerah – daerah rawan kekeringan dan daerah dengan HTH >60 Hari," katanya.
No comments:
Post a Comment