EKOWISATA. Puluhan pemandu wisata mengikuti pelatihan interpretasi flora dan fauna untuk mendukung pengembangan ekowisata di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR). (Foto: Abdul Azis) |
LOMBOK TENGAH - Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Lombok Tengah bersama Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) menggelar pelatihan peningkatan Interpretasi Flora dan Fauna atau ekosistem hutan, bagi pemandu wisata, 28-31 Maret 2019.
Pelatihan melibatkan sekitar 30 peserta yang merupakan para guide atau pemandu wisata di kawasan gunung dan hutan, dan juga pelaku wisata lainnya.
"Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang Flora dan Fauna yang ada di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR). Sehingga para pemandu wisata bisa menjelaskan pada wisatawan yang berkunjung," kata Kasi Kerjasama SDM Disparbud Lombok Tengah, Saparudin, Jumat (29/3) di sela pelatihan di Kota Praya, Lombok Tengah.
Ia menjelaskan, pelatihan ini penting bagi pemandu wisata terutama untuk paket-paket wisata pendakian Gunung Rinjani.
Apalagi saat ini kawasan Aik Berik di Lombok Tengah juga sudah ditetapkan sebagai salah satu pintu jalur pendakian Rinjani, selain Senaru di Lombok Utara dan Sembalun di Lombok Timur.
Pengembangan Ekowisata dan Potensi Wisata Alternatif
Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) memiliki luas sekitar 41.330 hektare merupakan bagian dari Geopark Rinjani.
Kawasan TNGR yang merupakan hutan hujan, terdiri dari pegunungan dan savana.
Beragam ekosistem flora dan fauna di kawasan ini juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan dan terus dikembangkan untuk ekowisata.
Petugas Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Balai TNGR, Muhammad Faisyal menjelakan, kawasan TNGR bisa dikembangkan sebagai wisata alternatif di TNGR.
"Wisata alternatif merupakan bentuk kepariwisataan yang timbul sebagai reaksi terhadap dampak negatif dari pengembangan dan perkembangan pariwisata konvensional dan juga sebagai bentuk kepariwisataan yang merupakan alternatif dari pariwisata konvensional untuk menunjang kelestarian lingkungan," kata Faisyal, saat memberikan materi dalam pelatihan.
Menurutnya, pentingnya pariwisata alternatif disebabkan karena adanya asumsi bahwa pariwisata memerlukan lingkungan yang baik.
Selain itu, kesadaran bahwa pariwisata dapat digunakan sebagai instrumen untuk menunjang upaya pelestarian lingkungan.
"Pariwisata harus dipersepsikan sebagai suatu instrumen untuk meningkatkan kualitas hubungan antar manusia, kualitas penduduk setempat dan kualitas lingkungan," katanya.
Ia mengatakan, pola ekowisata dapat dikemas menjadi paket-paket menarik di TNGR.
Ekowisata sendiri dijabarkan sebagai suatu bentuk perjalanan wisata bertanggung jawab ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat.
Ia memaparkan, ada beberapa kriteria yang masuk dalam sebuah ekowisata, antara lain konservasi melindungi dan melestarikan lingkungan fisik, sosial, budaya dan ekonomi yang di manfaatkan untuk kegiatan pariwisata.
Yang kedua ekowisata itu melibatkan masyarakat secara aktif dalam kegiatan pariwisata.
Ketiga, ekowisata menyajikan produk pariwisata layak pasar yang bermuatan pendidikan pembelajaran dan karakteristik alam dan budaya setempat.
"Kriteria keempat, ekowiwsata harus bisa memberikan sumbangan positif terhadap pembangunan ekonomi masyarakat, dan terakhir adalah menekan dampak negatif sekecil mungkin dari kegiatan pariwisata itu sendiri," jelas Muhammad Faisyal.
Menurutnya, pariwisata memiliki beberapa dampak terhadap alam. Misalnya aktivitas pariwisata bisa mengurangi sumber daya alam seperti berkurangnya sumber daya air, degradasi lahan, penurunan populasi satwa atau tumbuhan liar, perubahan perilaku satwa, serta minimbulkan polusi dan dampak fisik kawasan.
"Ekowisata dapat menurangi dampak itu, dan untuk mengurangi dampak tersebut perlu disusun code of conduct," tegasnya. MP03/Abdul Azis
No comments:
Post a Comment