Terkini Lainnya

Wednesday, September 19, 2018

Desa Labuhan Jambu Sumbawa Kembangkan Wisata Hiu Paus Pertama di Indonesia


WISATA HIU PAUS. Wisatawan mancanegara bersama masyarakat nelayan Labuhan Jambu usai makan bersama di Bagan milik nelayan setempat. Dari Bagan-Bagan yang ada di perairan Labuhan Jambu ini, para wisatawan bisa menyaksikan langsung tingkah laku Hiu Paus di habitatnya. (Foto : Dok CI Indonesia) 

SUMBAWA, KATAKNEWS.com - Masyarakat nelayan di Desa Labuhan Jambu, Kecamatan Terano, Kabupaten Sumbawa, NTB mulai mengembangkan Desa Wisata Hiu Paus dengan memanfaatkan bagan-bagan ikan milik mereka di perairan laut Desa yang masuk dalam kawasan Teluk Saleh di Pulau Sumbawa.

Wisatawan yang berkunjung ke desa itu, kini bisa menikmati paket wisata bahari dengan melihat langsung Hiu Paus (rhincodon typus) langsung di habitatnya.

"Kita sudah mulai buka paket wisata Hiu Paus ini, sekaligus dalam rangkaian Sail Moyo Tambora 9-23 September. Beberapa wisatawan asing peserta Sail juga sudah sempat menikmati keindahan di Desa kami," kata Kepala Desa Labuhan Jambu, Musykil Hartsah.

Desa Labuhan Jambu merupakan Desa pesisir di Sumbawa yang memiliki jumlah bagan terbanyak di Kabupaten itu. Setidaknya ada 77 buah bagan dengan mayoritas ikan tangkapan Tenggiri.

Desa yang dilintasi jalan negara Sumbawa-Bima ini sangat strategis dan mudah dijangkau dengan transportasi darat, baik angkutan umum atau pun mobil pribadi dengan estimasi perjalanan dua jam dari Kota Sumbawa Besar, ibukota Sumbawa.

Desa Labuan Jambu menawarkan pesona alam dan tradisi budaya. Kentalnya kearifan lokal masyarakat mewarnai nuansa keramah tamahan warga sekitar.

Makanan khas seperti lawar dan buras labu juga dapat ditemui di rumah makan setempat. Keistimewaan desa terdapat pada aktivitas nelayan bagan dan pengolahan hasil tangkapan seperti ikan asin dan terasi. Kegiatan wisata alam yang dapat dilakukan termasuk island hoping, snorkeling, dan outbond.

Pengembangan Desa Wisata Hiu Paus di Desa Labuhan Jambu, terinspirasi dari kegiatan penelitian dan konservasi Hiu Paus yang dilakukan Conservation International (CI) Indonesia di perairan Teluk Saleh, Pulau Sumbawa, sejak tahun 2017 lalu.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Conservation International (CI) Indonesia, Teluk Saleh kerap didatangi oleh Hiu Paus karena berasosiasi dengan bagan-bagan ikan milik nelayan, untuk mendapatkan masin atau ikan puri sebagai makanannya.

Selama periode September 2017 hingga Agustus 2018, CI Indonesia mencatat jumlah individu yang teridentifikasi di perairan itu sekitar 49 individu Hiu Paus.

Berdasarkan temuan ilmiah ini, CI Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Desa Labuhan Jambu dan masyarakat mempersiapkan dan merencanakan pengembangan potensi wisata Hiu Paus yang berkelanjutan.

Melalui survey persepsi masyarakat, pemetaan partisipatif dan forum diskusi terpadu, proses persiapan menghasilkan wisata pengelolaan berbasis masyarakat yang dimulai dengan kegiatan perencanaan untuk pengelolaan dan penyedia jasa penginapan, pemandu wisata, transportasi darat, laut, kuliner dan produk lokal.

Wisata ini merupakan bentuk upaya yang dilakukan dalam mendorong pariwisata di Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai salah satu destinasi prioritas nasional.

“Kami ingin wisata Hiu Paus ini dikelola oleh masyarakat desa secara mandiri, agar keuntungan yang didapat langsung dirasakan. Untuk itu, kami bersama dengan CI Indonesia mencoba mengidentifikasi, mengembangkan potensi dan meningkatkan kapasitas masyarakat yang dimiliki oleh desa untuk mengelola wisata Hiu Paus,” kata Musykil Hartsah.

Desa Wisata Hiu Paus di Desa Labuhan Jambu menjadi salah satu atraksi yang turut meramaikan rangkaian Sail Moyo Tambora 2018, sekaligus menjadi bagian promosi wisata di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Wisata Hiu Paus di Desa Labuhan Jambu merupakan kegiatan rekreasi melihat Hiu Paus di habitatnya, dengan variasi kegiatan pengamatan dari kapal, berenang/snorkeling, dan juga menyelam bersama Hiu Paus.


WISATA HIU PAUS. Wisatawan mengabadikan gambar Hiu Paus dari Bagan nelayan di Desa Labuhan Jambu, Kecamatan Terano, Sumbawa. Bersama Conservation International, Desa pesisir di Sumbawa ini mulai mengembangkan Wisata Hiu Paus. (Foto: Dok/CI Indonesia)

Wisata Hiu Paus di Desa Labuhan Jambu dimulai secara perdana pada 12-13 September 2018 lalu. Selain menikmati indahnya Hiu Paus di sekitar bagan-bagan nelayan, sejumlah wisatawan peserta Sail Moyo Tambora 2018 juga disuguhi beragam kegiatan budaya masyarakat di Desa iotu dengan tur kampung pesisir.

Sejumlah atraksi yang digelar Kelompok Sadar Wisata di Desa Labuhan Jambu antara lain demo pembuatan makanan khas dan cinderamata, pertunjukan seni tari dan musik tradisional. Semua kegiatannya sarat pesan tentang perlindungan Hiu Paus.

Senior Marine Program Director CI Indonesia, Victor Nikijuluw mengatakan, kegiatan wisata Hiu Paus merupakan bagian dari inisiatif CI Indonesia di tingkat nasional. Desa Labuhan Jambu menjadi Desa pertama yang mulai mengaplikasikan konsep wisata Hiu Paus ini.

"Wisata hiu paus ini merupakan wisata minat khusus yang bermuatan edukasi tentang konservasi biota laut, dan budaya masyarakat terkait hiu paus dan bagan," katanya.

Menurutnya, secara khusus di Sumbawa, CI Indonesia mendukung penguatan kelola wisata Hiu Paus berbasis masyarakat sebagai bagian dari strategi besar program CI Indonesia untuk upaya konservasi kelautan di bentang laut Sunda – Banda.

“Kami harap kegiatan di Sumbawa ini memberikan bukti manfaat nyata konservasi bagi kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, sebagaimana telah terbukti pada sejumlah lokasi program CI Indonesia lainnya,” katanya.

Untuk mendukung pelestarian Hiu Paus dan pengembangan wisata Hiu Paus yang berkelanjutan di Desa Labuhan Jambu, CI Indonesia melakukan pendampingan masyarakat dalam mewujudkan keuntungan ekonomi dan konservasi yang berjalan secara sinergis untuk jangka panjang.

Ia mencontohkan, wisata serupa bisa memberikan pemasukan tahunan sebesar Rp130 Miliar di Maladewa.

Konsep wisata Hiu Paus di Desa Labuhan Jambu di Sumbawa mendapat dukungan dari Pemda Sumbawa dan juga pihak Dinas Pariwisata NTB.

Wakil Bupati Sumbawa, Mahmud Abdullah menyambut baik inisiatif masyarakat yang akan membawa manfaat positif bagi Kabupaten Sumbawa.

“Potensi ekowisata dari kekayaan alam Samota (Teluk Saleh, Pulau Moyo, dan Gunung Tambora) di Sumbawa harus terus dilindungi untuk generasi mendatang," katanya.

Menurutnya, pemerintahan Kabupaten Sumbawa mendukung inisiatif masyarakat desa untuk mengembangkan wisata hiu paus berbasis masyarakat,supaya tujuan konservasi yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan akan tercapai.

Kepala Dinas Pariwisata NTB, Lalu Mohammad Faozal mengatakan, wisata Hiu Paus di Sumbawa akan dipromosikan sebagai wisata minat khusus bahari.

"Konsep wisata ini juga unik karena memadukan tourism dengan upaya konservasi terutama Hiu Paus. Tentu ini akan kami dorong promosinya, sekaligus bisa menjadi ikon tersendiri untuk kawasan perairan Sumbawa ini," katanya.

Menurut dia, kawasan Teluk Saleh, Pulau Moyo, dan Gunung Tambora atau lebih dikenal dengan sebutan Samota, merupakan kawasan strategis di pulau Sumbawa NTB. Kawasan ini akan dikembangkan Pemprov NTB sebagai satu kawasan minapolitian dan ekowisata.

"Wisata Hiu Paus ini bisa menjadi bagian dari ekowisata yang dikembangkan di kawasan Samota. Inisiatif masyarakat Desa Labuhan Jambu bisa menjadi contoh bagi masyarakat Desa lainnya di lingkar kawasan, sehingga selain upaya konservasi tercapai, ada manfaat ekonomis juga yang bisa diperoleh masyarakat," katanya.

Hiu Paus yang nama latinnya rhincodon typus, di daerah Sumbawa, lebih dikenal dengan sebutan Pakek Torok atau bahasa Sumbawa yang berarti Hiu Tuli.

Berdasar catatan CI Indonesia, Hiu Paus termasuk dalam keluarga ikan hiu karena hewan ini bernapas menggunakan insang. Hiu paus berwarna abu-abu dengan garis-garis samar dan totol-totol putih yang dan memiliki sepasang mata kecil serta mulut lebar yang dapat mencapai 1 meter.

Ikan ini memiliki berat 20-30 ton dengan ukuran tubuh mencapai 18 m. Hiu paus berasosiasi dengan bagan nelayan dan seringkali bermain serta memakan masin atau ikan-ikan kecil dari tangkapan nelayan. Ikan gemi (remora) merupakan sahabat ikan hiu paus yang menumpang di badannya untuk berlindung dari predator.

Koordinator Program Konservasi Hiu dan Pari (Elasmobranch) Conservation International Indonesia, Lita Hutapea menjelaskan, sejak tahun 2013, hiu paus telah dilindungi melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 18/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus.

"Seperti hiu lainnya, hiu paus memiliki laju pertumbuhan dan perkembang biakan yang lambat, yang membuat hewan ini merupakan salah satu hewan yang terancam punah. Pada level internasional, hiu paus masuk pada daftar merah IUCN dengan status ”Endangered” atau terancam," katanya.

Di Teluk Saleh, perlindungan hiu paus diinisasi dengan adanya Perdes dan SK mengenai perlindungan dan pengelolaan wisata hiu paus yang berkelanjutan oleh Desa Labuan Jambu.

Sejak tahun 2017, Conservation International Indonesia melakukan kegiatan ilmiah penandaan tagging dan pendataan hiu paus di Teluk Saleh.

Berdasarkan hasil penelitian ilmiah ini kemudian bersama desa dan masyarakat menyiapkan pengembangan Wisata Pengamatan Hiu Paus yang kemudian secara premier dibuka dalam rangkaian Sail Moyo Tambora 2018.

"Sejak September 2017, kami telah melakukan monitoring populasi hiu paus dengan mencatat kemunculan hiu paus dan melakukan identifikasi individu dengan Photo ID serta memasangkan sejumlah tag satelit untuk mempelajari pola pergerakan hewan yang dianggap bermigrasi ini," katanya.

Tim CI Indonesia mengambil gambar totol – totol dari badan bagian kiri dan kanan hiu paus penanda masing-masing individu, seperti sidik jari pada manusia. Selain itu, penandaan (tagging) satelit dipasangkan pada sirip dorsal hiu paus untuk melacak pergerakannya.

Lita menjelaskan, program Elasmobranch Conservation International Indonesia bertujuan untuk menggunakan informasi ilmiah terkait dinamika populasi dan pergerakan hiu paus dalam mendukung pengelolaan kawasan konservasi perairan dan pengembangan pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat.

Menurut Lita, hingga saat ini, tag satelit telah dipasangkan pada 9 ekor hiu paus (1 betina dan 8 jantan) dan sejumlah 46 individu telah terdokumentasikan, terdiri dari 7 betina dan 39 jantan.

No comments:

Post a Comment